Senin, 15 Oktober 2012 0 komentar

heru


Heru. Anak  lelaki 10 tahun yang bertubuh agak gemuk itu terlihat menatapku lekat dari sudut belakang mushola. Dia terlihat tak memperhatikan Ka Iim yang sedang mengajarkannya Al Quran. Aku  mengajar iqro anak-anak perempuan di bagian depan, Teh Juju mengajar AlQuran anak perempuan di samping kiriku. Aku memperhatikan Heru sebentar dan mengajar kembali. Namun Heru mulai usil. Dia menertawai salah satu anak perempuan yang salah mengucapkan huruf hijaiyah yang sedang aku tanyakan.

Aku sedikit kesal.

“Udah ngaji Qurannya belum sama ka Iim?” tanyaku padanya.
“Udah tadi” jawabnya pendek.
“Udah lancar? Kalo udah coba ulangi lagi biar pintar...” kataku.
“Belum. Males, kan susah. Kalo iqro itu kan mudah.”katanya lagi.

Tiba-tiba Teh Juju yang sedang mengajar menyahut, seakan-akan sudah gemes dengan Heru. Sebelum ini Heru sering meledek anak-anak perempuan yang sedang belajar AlQuran.

“Kamu mau Her balik lagi ke TK? Malu donk udah kelas 5 masih ngaji di Iqro!!! Mau balik lagi ke iqro?”

Heru hanya menggeleng.  Ia terlihat malu dibandingkan dengan anak TK.

Dan aku?

Karena kejadian ini aku pun tersadar akan diriku yang mungkin ternyata tak jauh beda dengan Heru. Aku teringat di kantor tempat kerjaku. Aku seorang programmer perempuan. Jarang memang seorang programmer perempuan. Untuk itu aku sedikit istimewa, hanya sedikit. Mungkin lebih tepat di sebut sebagai programmer junior. Aku sering mengeluh dengan pekerjaanku. Pekerjaan yang memang memerlukan logika yang bagus dan intrick yang tepat.  Aku sering mengeluh pada diriku sendiri. Oh! Mending aku diberikan pekerjaan yang mudah tapi banyak dari pada seperti ini sedikit tapi sungguh menguras otak. Sussah!  Aku sering seperti itu. Yang kemudian terpikir lagi olehku mungkin Allah sedang mengajarkanku untuk bisa memiliki ilmu yang baru, sehingga Allah memberikan ini padaku. Mungkin di kemudian hari aku akan menemui hal hal yang lebih sulit dari ini. Sehingga pada waktunya nanti aku lebih mampu untuk menghadapinya. Yang berarti Allah percaya padaku bahwa aku pasti bisa melakukannya.

Ya, itulah. Salah satu pelajaran yang bisa aku ambil dari anak didikku.

Satu hal lagi yang mungkin baru aku sadari kali ini, aku kurang bersyukur dengan keadaan yang aku miliki sekarang ini, sehingga aku belum mampu untuk maksimal dan menyelesaikan pekerjaan ku dengan benar. Aku harus mampu mengalahkan semua kemalasan dan keterbatasan yang aku miliki dan menjadikannya kekuatan untuk bisa menyelesaikan semua permasalahan. Dan tak lupa bermohon pada Sang Punya Hidup ini, berdoa agar hati ini dilembutkan, agar pikiiran ini dilapangkan, agar mata ini dibukakan.

Robbi srohli sodri wayasirli amri wahlul’uqdatammillisani yafqohu qouli,,,,,
Ya Rabb, lapangkanlah dadaku, lepaskan belenggu dari lisanku, dan buatlah mereka mengerti perkataanku...

Heru. Dia juga malu di bandingkan dengan anak TK,
Masa aku ga malu??


Jumat, 05 Oktober 2012 1 komentar

Syukur Syukur dan Terus Bersyukur.


Di suatu kantor yang megah, sore itu dari kepala-kepala manusia yang mempunyai profesi berbeda masing-masing mempunyai pemikiran yang berbeda, prasangka yang berbeda pula. 

Di dalam gedung lantai 2 dengan setumpuk pekerjaan berada disampingnya, Didi mulai bosan , mulai stress dengan pekerjaan,  jika disamakan dengan komputer mungkin sudah hang sejak 15 menit yang lalu.  Lelaki paruh baya itu duduk menghadap kaca dan memandang keluar jendela, memandang seorang tukang bangunan yang sedang merenovasi tembok bagian luar gedung kantornya. Ia berbisik dalam hati , ‘Enak ya kayaknya jadi orang itu, dia hanya menggunakan tenaganya untuk bekerja, ia tak perlu susah payah untuk menghitung uang, ia tak perlu susah payah untuk mengecek data, ia tak perlu menggunakan pikirannya untuk bekerja, cukup dengan tenaganya, selesai. Tak perlu lagi pusing-pusing seperti saya.Fuh.....’ 

Sementara di luar gedung, Darto, kuli bangunan yang sedang diperhatikan oleh Didi itupun berhenti sejenak, menghela nafas panjang setelah seharian mengaduk semen dan dengan hati-hati menempelkan satu persatu keramik hitam di tembok yang sudah mulai usang itu. Capek rasanya. Seketika muncul bayangan dalam benaknya ketika melihat orang-orang berdasi yang hilir mudik dihadapannya. Bayangan tentang bagaimana orang-orang berdasi dan memakai blazer dengan nyamannya bekerja, hanya tinggal duduk di depan laptop dan mengetik satu dua huruf, hanya tinggal berbicara kesana kemari, sudah dapat uang banyak. ‘Sungguh beruntungnya mereka. Tak perlu capek dan lelah sebagaimana pekerja kasar sepertiku. Tak perlu berpanas-panas dan kotor seperti diriku....andai aku jadi mereka...enak kayaknya...’

Itulah sedikit gambaran manusia. Seringkali merasa dirinyalah yang paling sengsara. Merasa bahwa dirinya tak seberuntung orang-orang yang ada di sekitarnya. Seringkali tak mensyukuri apa yang telah mereka miliki. Ya, Itulah manusia. Yang kerjanya sering mengeluh dan mengeluh. Seringkali bukan malah memandang rumput sendiri lebih hijau dari pada rumput tetangga, itulah manusia. Yang tak pernah puas dengan apa yang dicapainya, apa yang dimilikinya. Manusia. Ya, itu hanya gambaran sebagian orang saja, semoga itu bukanlah gambaran diri kita.
Ingat kawan, karena bersyukur adalah sebuah kenikmatan, kenikmatan yang tak pernah bisa dirasakan oleh orang yang tak pernah puas menjalani hidupnya, orang yang seringkali mengeluh tanpa memeras peluh untuk mencapai yang diinginkannya. Orang yang ingin segalanya tercapai dengan instan... Ah!! Mana ada kawan! Mie instan saja harus dimasak sekian menit untuk menikmatinya, apalagi kesuksesan. Tapi yakinlah kawan, bahwa kenikmatan hidup seringkali tak didapat seiring dengan didapatkannya kesuksesan, kenikmatan hidup bisa kita dapatkan dengan bersyukur. Dan hanya orang-orang yang bersyukur yang mampu menikmati hidup, mampu memaknai hidup dengan caranya, dengan semua usaha dan doanya....
Syukuri apa yang kita dapatkan kini, karena belum tentu semua itu masih kita miliki di kemudian hari. Tersenyum dan ucapkan alhamdulillah atas apa yang kita dapati, hatimu akan lega, karena jika kau tahu di luar sana bahkan ada yang tak mampu tersenyum seperti kita.

So... Syukur syukur dan terus bersyukur.

 
;