Selasa, 31 Januari 2012 0 komentar

Rambut Gondrong Iwan


Mbok Yao kamu potong rambutmu to, Nang…..” Ucap Bu Suti , ibu kantin pesantren melirik pada Iwan.

Iwan hanya tersenyum sembari memegang rambut gondrong kesayangannya.  Tak terlalu gondrong seperti Ki Joko Bodho memang. Hanya ikal dan sepundak panjangnya. Tak terlalu acak2an juga sebenarnya, namun Bu Suti risih melihatnya.

“Ntar kamu dianggap preman loh…” Lanjut Bu Suti sambil menyuguhkan bakso pesanan Iwan.
“Ya ndak papa to Bu… yang penting kan hatinya….hehehe,”  ujar Iwan sambil  menuangkan sambal dan kecap ke dalam semangkuk baksonya.

“Bukan begitu nang…
Senin, 30 Januari 2012 0 komentar

Allah,


Allah punya banyak cara untuk menyayangiku.
 Allah mempunyai rencana yang luar biasa untukku.
 Allah memberi semua yang aku butuhkan.


Dialah yang tak pernah tidur ketika aku terlelap,
Dialah yang tak pernah lelah mendengar semua keluh dan kesahku yang lemah.
Dialah yang selalu terjaga menaungiku dengan rahmatNya.
Dan Dialah yang mampu membuat mimpiku  menjadi nyata.
Minggu, 29 Januari 2012 0 komentar

Sederhana saja....


Sederhana saja. Jika kau inginkan dunia, dunia akan kau dapati. 

 Tapi bersiap saja, di akhirat kau akan menyesali. 

Berpikir sebelum bertindak atau bertindak baru berpikir? Mendengar atau mengabaikan bisikan nafsu?… itu adalah pilihan bagi hatimu.  Hanya akan ada 2 cerita setelahnya. Pertama,  Tersiksa menahan diri  karena berusaha sekuat hati menolak bujukan syaitan untuk sementara. Kedua menyesal di akhir karena tak mampu tuk sedikit bersabar melawan nafsu diri.  Itulah konsekuensi dari sebuah pilihan. Kebahagiaan apa yang akan kau dapatkan? semukah? Sejatikah?
Jumat, 27 Januari 2012 0 komentar

Jangan bentak anakmu, bu....


Langsung kukemasi barangku dan bersiap untuk melabrak ibu itu. entahlah, akupun tak tahu siapa ibu diluar yang sedang membentak anaknya sedemikian kerasnya sampai terdengar ke ruang kerjaku. Yang jelas, aku sangat terganggu. Ketika gagang pintu telah kupegang, mendadak kepalaku berputar seolah aku baru saja bangun dari tidur lelapku, harus mengumpulkan nyawaku. Ternyata memang benar aku bangun dari mimpiku. Tapi mimpiku tak sepenuhnya dalam hayal mimpiku. Itu nyata LOH... !!!

Teh Juju dan Anggun masih terjaga ketika aku bangun dari tidurku. Mereka belum mengatupkan matanya sedikitpun. Anggun masih asyik memainkan game di hapenya. Sedangkan teh Juju masih asyik menonton film. Tapi mereka pun mendengar apa yang aku dengar. Kali ini bukan mimpi. Ini adalah kejadian nyata. Suara berisik itu berasal dari rumah tetangga. 

“Tiap malem itu mah, ga Cuma ibunya teh, tapi bapak dan kakaknya juga ikutan membentaknya, abi jadi penasaran…. ” Anggun beranjak dari tempat tidurnya dan mengintip dari balkon kosan kita. Karena gelap dan tertutup tirai bamboo pula, dari arah bawah  rumah ibu tetangga itu kayaknya sih takkan kelihatan. Tapi harus hati-hati juga. Teh Juju mengikuti di belakang. 

“Woi, Yang bener donk. Gimana sih? Gue udah bilang kan sama elo kemaren!” 

Suara seorang gadis yang tak lain adalah kakak dari bocah itu pun terdengar, pelak. Sekarang sangat jelas terdengar bahkan sangat keras. 

“Brak…” 

Terdengar suara pintu dibanting. Gadis itu keluar pintu rumah. Bersamaan itu pula Anggun dan Teh Juju menarik sedikit tubuhnya ke belakang. Takut ketahuan. 

“Mau kemana dia teh?” aku yang sedari tadi masih mengumpulkan nyawa alias setengah bangun hanya memperhatikan tingkah kedua temanku itu. 

“Paling juga kembali jualan di warung ayam bakarnya.” Kata Anggun sembari kembali berbaring dan melanjutkan permainan di hapenya yang tadi sempat tertunda. 

“Mereka jualan sampai malam, dan sekitar jam segini mereka baru kumpul di rumah. Hampir tiap hari aku mendengar anak kecil itu jadi sasaran amarah satu keluarga itu. kadang-kadang bapak dan ibunya sendiri yang bertengkar. Membuatku bertambah tak bisa tidur, teh…” keluh Anggun.

“Aku tak habis pikir. Ada yah keluarga seperti itu. ibu dan bapaknya bertengkar. Ibu, kakak, dan bapaknya sekaligus memarahi anak yang baru berumur 5 tahun! Anak yang belum tahu apa-apa! Sungguh tega. ckckckc…” aku berdecak.

Anggun hanya mengangkat bahunya saja, sedangkan Teh Juju mengangguk-angguk menyetujui perkataanku. 

“Kasian anak kecil itu fah… senakal apapun anak itu, memarahinya hanya membuat mental anak itu menjadi tak baik nantinya. Juju nggak mau jadi ibu seperti itu….” Teh Juju bergidik membayangkannya.

“Sebenarnya kasus ini kalau di bawa ke hukum sudah termasuk tindak penganiayaan anak di bawah umur. Atau kalau enggak kita laporkan ke komisi perlindungan anak. Kak seto pasti bisa bertindak…” Aku memandangi teh Juju.

“Hayu fah, kita laporin ajah….” Teh Juju tersenyum mengajakku melaksanakan idenya. 

“Tapi teh, bukannya aku nggak kasihan sama anak itu. Pertama, kita hanya pendatang disini, bisa fatal kalau tidak berhati-hati dalam bersikap. Kedua kita belum punya cukup bukti untuk membawa kasus ini ke meja hijau teh… ketiga, teteh tahukan hukum di Indonesia seperti apa? …  kubilang sih bisa-bisa kita yang nantinya di seret ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik, itu pasti terjadi kalau kita tak punya cukup saksi dan “money”. Fiuuuh….aku juga serba salah teh. Kedzaliman jelas-jelas di depan mata kita, tapi aku sendiri belum punya cukup keberanian untuk itu. gimana donk teh? Apa kita laporin aja ke Ummi dulu, trus ke kelurahan?” ucapku.

“Entahlah fah… Juju juga bingung.” Ucap teh Juju lesu. 

Anggun hanya diam. Tak banyak bicara ia. Tapi dia pun risih setiap malam harus mendengarkan semua itu.

Malam itu berakhir dengan ketidakjelasan. Kebingungan akan bersikap. 

Ya Allah…maafkan kami..belum cukup berani untuk ini. 

“Ketika engkau melihat kedzaliman di depan matamu, maka cegahlah dengan tanganmu, jika tak bisa cegahlah dengan lisanmu, jika itupun tak mampu maka berdoalah, doakanlah dia. Itu adalah selemah-lemahnya iman.”

Maaf Allah. Iman ku masih sangat lemah…T.T

harus bagaimana?

Rabu, 25 Januari 2012 0 komentar

Yuuk...Bersyukur..


Ada banyak hikmah yang bisa kita ambil ketika kita membuka mata, membuka fikiran kita.  Ketika kita memikirkan hanya kemungkinan terbaik dulu saja, berpikir positif intinya. Berprasangka baik pada diri sendiri dan orang lain tak ada salahnya, meski memang harus bersiap untuk kemungkinan terburuk. Ya , itu hanya untuk jaga-jaga alias waspada saja lah... Yang jelas, semuanya insyaallah tak seburuk seperti apa  yang ada di pikiran kita. Pasti Allah menyediakan berbagai pelajaran di balik semua kejadian yang terjadi. Dari sana , tinggal kita yang harus bisa menyikapinya. Bagaimana kita menerima dan mengerti hikmah di balik peristiwa. Mengeluhkah? Atau bersyukurkah? Tinggal kita lihat sendiri, tergolong yang manakah kita?
Rabu, 18 Januari 2012 0 komentar

Tahun, kelabu



Bulir ini begitu hangat, menetes tak henti bagai deras hujan yang turun malam ini. Mengantarkanku pada memori masa lalu 2 tahun silam, saat kau masih berada di hadapanku, meski hanya sebagai teman.
***
Dingin. Mata itu begitu dingin. Tajam menatap siapapun lawan bicaranya. Menunjukkan betapa berprinsipnya dia. Menampilkan karakternya yang keras. Dengan memasukkan tangan ke dalam saku jaket hitamnya ia berjalan pelan. Menyusuri lorong kampus yang panjang. Sendiri. Tanpa teman. Tak perduli dengan kicauan orang sekitar, itulah dia. Dia dengan dunianya sendiri. Meski begitu ia sangat peduli terhadap pendidikan, terhadap agamanya, terhadap sahabat-sahabatnya. Tentunya dengan caranya sendiri.
***
“Ta, gantiin Gery magang ya…” suara Kak Pato mengagetkanku yang sedang asyik googling di lab internet.
“Ga mau! Tita kan udah magang dari tadi pagi kak, kenapa harus Tita yang gantiin Gery?” dengan ketus ku lancarkan pembelaanku tanpa menengok sedikitpun ke wajah kak Pato.
“Karena cuma kamu aja yang ada. Gery kuliah, Reni ngga tau kemana. Pokoknya harus ada yang magang! Kalo enggak kakak bilangin ke Bu Dea(supervisor).” Kali ini wajah kak Pato serius, aku tahu ia tidak main-main dengan perkataannya, tapi tetap saja aku merasa tak ada keadilan disini. Masa aku harus selalu stand by di front office kampus. Sedangkan jadwal magangku hanya 3 jam saja per hari. Ketika ku ganti pun aku yakin takkan ada bayaran pengganti. Huh!
“Nggak! Kenapa nggak kak Pato aja! Kenapa harus aku!?” aku berdiri dan mengalungkan tas ke bahu kananku.
“Ya, terserah kalo mau kena marah Bu Dea!” ucap kak Pato acuh sambil melirikkan matanya ke atas.
“Aku nggak perduli!” tatapku tajam pada kak Pato sambil bergegas pergi meninggalkan lab internet dengan wajah penuh kesal.
Aku berjalan cepat ke arah saung tempatku menyepi. Saung yang letaknya tak jauh dari kampusku. meski di dekat rolling door kanan kampus dan tepat di pinggir jalan. Saung ini tempat favorit anak-anak untuk menyendiri, setidaknya memisahkan diri dari keramaian. Karena takut ketahuan aku sedang marah dan hampir setetes demi setetes air jatuh dari mataku, aku keluarkan sebuah buku, hanya untuk alibi kalau-kalau ada yang bertanya aku sedang apa, aku jawab saja sedang belajar. Mudah kan?
“Huh, kenapa sih kak Pato nggak pernah ngerti perasaanku? Kenapa ia selalu saja menindasku? Padahal ada orang lain yang bisa menggantikannya magang, kenapa harus aku? huh!” bisikku bersungut-sungut.
Mataku menatap tajam ke depan. Entah kemana aku memandang, tak jelas. Aku hanya masih terpikir kata-kata kak Pato yang menyebalkan. Angin sejuk  tak membuatku lupa akan hal itu, yang ada aku hanya bisa menangis lirih.
“Kasihan bukunya kalo nggak di baca!” suara berat itu baru terdengar lagi. Suara Danu. Teman seangkatanku, meski jarang sekali aku bisa mengobrol dengannya. Tapi dia selalu muncul saat aku membutuhkannya. Meski begitu ia terkenal dingin, keras dan anti terhadap wanita. Itulah dia. Namun banyak sisi baik yang kutemukan dari dia, meski ku tak terlalu mengenalnya dekat.
Aku hanya menoleh sebentar, kulihat ia berdiri di rolling door dengan memasukkan tangan kanannya ke saku jaket hitamnya. Aku tolehkan lagi wajahku ke posisi semula.
 “Dibaca ko!” jawabku pendek.
Ia perlahan mendekat, duduk 1 meter di sampingku dengan posisi membelakangiku. Dan mendesah pelan.
“Hhh,,,,Jangan mudah marah, tahan emosimu…” ucapnya tenang.
“Jika kau terus menuruti emosimu dan meledakkan emosimu, tak baik untuk dirimu sendiri. Tak akan membawa manfaat untukmu juga, ta. Yah, meski akupun belum mampu mungkin untuk itu, tapi setidaknya aku tak ingin orang lain sama sepertiku.” Lanjutnya.
Ia lalu berdiri dan pergi begitu saja. Tanpa berkata-kata lagi.
“Kenapa dia tahu? Huh! Iya ya… aku harus bisa tahan emosiku.”
Hatiku sedikit lebih tenang. Tak ada lagi kebencian terhadap kak Pato. Yang ada sekarang hanya rasa kasihan terhadapnya, mungkin dia memang harus tanggung jawab terhadap anak magang di bawah naungannya. ‘hm..kasihan juga…’
Danu. Kenapa dia datang? Dia sangat misterius bagiku. Meski aku menyukainya, aku tak bisa untuk mengungkapkannya. Dia dengan hidupnya, dengan prinsipnya. Aku tak bisa ikut campur dan sedikitpun tahu tentangnya. Aku takut. Dia terlalu dingin dan keras untuk ku kenal lebih dekat.
***
Malam sudah mulai larut, aku dan Ina masih berada di rumah sakit untuk menjenguk Rita. Tiba-tiba datang 2 orang yang juga kukenal.
“Hei, Danu! Agung! Kalian kesini…” sapa Rita.
“Kau kesini juga, ta?” ucap Agung.
“Iya lah,,,,emang kenapa? Ga boleh?” ledekku sambil menjulurkan lidah.
“Huh, dasar kau!” ucap Agung.
Danu hanya diam, acuh.
Seseorang datang, tak kukenal.
“Oh, Roni…kau datang menjemputku?” tanya Ina. Ternyata sosok tak ku kenal itu kenal baik dengan Ina. Bahkan menjemputnya untuk pulang.
“Orang tuamu khawatir, jadi aku menjemputmu.” Ucap orang yang berperawakan tinggi besar itu.
Akhirnya Ina pergi meninggalkanku sendiri, hanya dengan Agung dan Danu. Ibu Rita yang sedari tadi menebus obat akhirnya kembali.
“Oh, akhirnya ibu kembali. Ibu, maaf ya kayaknya Tita harus undur diri sekarang, sudah malam.” Pamitku.
“Mengapa tak menginap saja, ta?” pinta ibu Rita.
“Iya, ta…menginap saja…sudah malam.” Sahut Rita.
Aku hanya menggelengkan kepala sembari memohon diri. Kulihat Agung dan Danu ikut mohon diri.
Aku berjalan sendiri di tengah temaram lampu rumah sakit. Menyusuri lorong-lorong panjang yang entah dimana ujungnya belum terlihat juga. Di belakangku Agung dan Danu berjalan seolah-olah seperti body guardku. Tapi aku tenang, ada mereka. Setidaknya sampai pintu rumah sakit ada yang menemaniku di belakang.
“Ta…” Agung memanggilku.
“Ayo, ikut!” pintanya.
“Mana Danu?”
“Dia pergi duluan.”
Aku tertunduk lesu menerima tawaran Agung, aku ingin berkata ‘mengapa kau yang datang, gung! Kenapa bukan Danu?’ tapi kutelan mentah-mentah. Jangan berharap ta! Kau dan Danu? Seperti langit dan bumi yang tak mungkin bisa untuk bersama. Entahlah. Aku terlalu lesu untuk memikirkannya. Aku tak mampu untuk mengerti seorang Danu. Apa yang ada di pikirannya dan sikapnya. Akupun tak mampu untuk menerka. Sudah bisa mengobrol dan menjadi teman, itu sudah suatu prestasi yang luar biasa dimataku. Aku tak ingin kehilangan itu.
Motor melaju kencang, menembus jalanan kota di malam yang terang dengan lampu jalanan yang tak pernah padam. Sedang pikiranku masih bertanya-tanya, bisakah? Bisakah aku berkata padanya bahwa aku cinta?
***
Aku terbangun mendengar suara ribut diluar, setengah sadar aku buka pintu kamarku.
“surprise…!!!”
“Met ultah ya…” semua sahabat-sahabatku ada disana, diluar kosanku.
“Kaliaaannn..….” ucapku terharu melihat teman-temanku datang, bukan hanya Ina dan Yeni, tapi Agung dan Danu pun datang.
“Eh, ta, bukannya ada lantai paling atas di kosanmu yah…kita ke atas yuk,,,kita bisa lihat kembang api...ultahmu kan bareng sama tahun baru…jadi kita ga usah repot2 ngerayainnya,,,,sekalian ajah…hahahah”  dengan menunjukkan jarinya keatas Ina mengutarakan idenya. Yang lain menyetujui.
“5, 4, 3, 2, 1……”
“doaaarr,,,,,,,,ciiiiiiu…” suara kembang api meletup dari sana sini.
Aku tersenyum melihat polah mereka. Ina dan Yeni Jingkrakan melihat kembang api, Agung meniup terompet, Danu? Aku sungguh terkejut dibuatnya. Kali ini aku baru pertama kali melihatnya tersenyum simpul seperti itu sambil meniup terompet bersama Agung. ‘Kau manis juga kalau tersenyum , Dan!’ batinku. Tiba-tiba Danu menoleh menatapku, tersenyum padaku. Ups! Dia sadar sedang kuperhatikan. Tapi ia kembali meniup terompetnya.
“Oke…sekarang waktunya potong kue…” Ina meletakkan kue tar di atas tikar. Karena di lantai 2 tak ada meja ataupun kursi akhirnya kita menggelar tikar. Yah, seperti bertamasya saja.
“Silakan ta, berdoa apa yang kamu inginkan di hari ulang tahunmu ini…” kata Ina.
Aku pejamkan mata, ku tengadahkan tangan seraya berdoa, berdoa apa yang sedang aku inginkan, berdoa semuanya akan baik-baik saja, seperti ini. Berdoa agar di kehidupan setelah mati kelak, Engkau pertemukan kembali aku dengan orang – orang yang aku sayang dan menyayangi aku. aamiin.
Aku buka mata. Danu yang pertama kali aku lihat. Entah kenapa wajahnya begitu pucat kulihat.
“Terima kasih teman-teman, atas kejutan malam ini. Aku bahagia sekali. Aku ingin masing-masing dari kalian mengucapkan sesuatu padaku. Apapun itu. boleh kritik saran, kesan pesan atau apa lah…” ucapku di tengah keramaian malam tahun baru.
Semuanya setuju, Ina memulai sebelum yang lainnya.
“Ta, sejak SMP kita berteman. Sampai sekarang ketika kau dan aku sama-sama kuliah di satu kampus yang sama pula, aku tak pernah melihatmu menangis. Kau selalu memaafkan aku ketika ku berbuat salah padamu. Kau selalu membantuku ketika aku membutuhkan uluranmu. You are the best,ta! Ku berdoa semoga apa yang kau doakan terkabul…” Ina menyudahi perkataannya dengan mengusap butiran kecil di wajahnya.
“Ta, meski aku baru kenal kamu di kampus beberapa tahun terakhir, sudah banyak kenanganmu bersamaku. Kau selalu membawaku mengenal hal baru. Kau selalu mendorongku untuk tegas dalam mengambil keputusan. Kau yang mengajarkanku arti dari sebuah persahabatan…bahagia selalu untukmu,ta…” ucap Yeni.
“Hm…apa ya… Tita… seorang cerewet, bawel seperti nenekku. Tapi dia selalu sabar mengajariku. Ketika aku kesulitan dalam belajar, kau selalu muncul menjadi pahlawanku….”
Semua terbahak mendengar gurauan Agung, kecuali aku. yah, menahan tawa sedikit meski ingin marah juga. Sekarang tiba saatnya Danu memberikan ucapannya padaku. Tapi apa ini? Dia pergi. Menghilang entah kemana.
“Mengapa Danu pergi pas gilirannya?” aku bertanya pada teman-teman.
Ketiganya saling menatap. Ina, Yeni dan Agung saling menatap bingung. Mereka seperti bingung dengan perkataanku.
“Kenapa? Ada yang salah dengan pertanyaanku? Danu kemana sih? Agung! Ayo cari Danu!” aku terus nyerocos.
“Ta, kamu nggak mimpi kan?” tanya Ina.
“mimpi apa? Tadi Danu disini bersama kita, kenapa tiba-tiba dia pergi? Huh! Orang Aneh!”
“Ta! Sadar ta! Danu udah meninggal!” Ina mengguncangkan tubuhku keras.
“Siapa yang meninggal? Danu? Nggak ah! Tadi dia disini na!”
Hening. Semuanya terdiam. Aku pun terdiam. Seketika aku tersadar,aku lunglai terduduk. Menangis sejadi-jadinya. Ina memelukku erat. Menguatkanku.
“Kenapa secepat ini, na! kenapa?” lirihku sembari menahan sesak tangisku di dada.
Keceriaan sontak berubah menjadi kepedihan. Semua kembali teringat dengan Danu. Sebulan yang lalu ia mengalami kecelakaan. Malam itu, setelah ia menyuruh Agung mengantarku pulang, ia menunggu angkot lewat. Menurut saksi kejadian dia menolong seorang kakek menyebrang jalan, namun tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dan menabrak Danu dengan cepat. Kakek itu selamat, Danu melindungi dengan tubuhnya sehingga sang kakek hanya mengalami luka ringan. Itu yang terakhir Agung katakan kepadaku.  Aku tak percaya! Dan mengapa aku menjadi sesakit ini! Sesedih ini! Oh!
“Ta….” Agung memanggilku pelan.
“Ini semua koleksi Danu. Meski dia tak berharap kau tahu secepat ini, dan memiliki ini. Tapi kupikir apalagi yang harus di tutup-tutupi.” Agung berucap parau sambil meletakkan sebuah buku di atas pangkuanku.
Pelan kubuka, lembar demi lembar. Oh! Itu semua fotoku! Dia mencuri fotoku! Ada beberapa yang bertuliskan sesuatu.
Aku tahu kau sedang marah, wajahmu sangat lucu. Aku tak mau kau jadi sepertiku ta, jadi pemarah. Tenanglah… jika kau marah semua takkan menjadi baik. Itu tak baik untukmu.”
“Ta… maafkan jika aku menyakitimu. Acuh padamu. Semata karena ku ingin menjagamu dengan caraku. Ingin mencintaimu dalam diamku. ”
Tangisku bertambah. Mengapa ia selalu diam? Setidaknya mengapa tak beritahu aku? dia siksa aku dengan perasaan ini!
Tapi terima kasih telah menjagaku selama ini.
***
Tahun baru menyisakan tangis buatku. 2 tahun terakhir, tahun ini dan tahun-tahun berikutnya, akan selalu menjadi kenangan manis buatku, ia selalu datang meski hanya tersenyum dalam mimpi, wajah dingin itu, tajam mata itu, tahukah kamu aku rindu. Kini aku hanya mampu menyimpannya dalam diary kenanganku. Akan kukenang dan kutata rapi di hatiku.


Jakarta,
Kamis, 29 Desember 2011
11.47 WIB
Senin, 16 Januari 2012 0 komentar

Waktu

Semua orang punya waktu, tapi mengapa berbeda? Ada yang mampu menghasilkan karya besarnya dalam waktu yang padahal sama dengan kita. 

Waktu takkan kembali lagi setelah kita menyia-nyiakannya. Ia akan terus bergulir dan selalu berlalu tanpa kita sadari. Jika kita lengah sebentar saja maka semuanya akan sirna. Cita-cita , harapan, impian, dan kesuksesan. Masing-masing manusia memang memiliki nasib yang berbeda, namun setiap orang pasti mampu mewujudkan cita-citanya, sejauh mana dia berusaha, bersungguh-sungguhkah dia berdoa?
Jika iya, insyaallah semua nya kan engkau dapat, bersungguh-sungguh dalam bekerja dalam rangka beribadah kepadaNya. Bersungguh-sungguh belajar agama, menghafal AlQuran, menelaah maknanya dan mengamalkannya dalam kehidupan adalah karunia yang sungguh berharga., jika engkau ingin mencapai apa yang kamu inginkan, maka tentukan apa tujuanmu dan apa yang ingin kau capai! Selangkah maju dan berusahalah wujudkannya. Berdoa dengan kesungguhan , meminta di setiap waktumu…Allah pasti kan bahagia ketika hambaNYa berdoa. Karena hanya hamba yang sombonglah yang enggan tuk berdoa. Mulai saat ini atur waktu mu baik-baik, berusaha untuk mengejar keinginanmu, berusaha untuk mewujudkan impianmu. Dan bersyukur atas apa yang telah engkau dapatkan saat ini. Itu adalah sumber kebahagiaan bagi manusia. Tersenyum pada setiap orang yang kita temui dan dalam keadaan apapun kita. Semangat dan antusias dalam hal apapun. Kau akan sukses! Ingatlah kau akan sukses!

Bismillahirrohmanirrohim…

Laa haulaa walaa quwwata illa billah

Orang lain bisa, mengapa kamu tidak? Orang lain percaya pada kemampuanmu!
 Mengapa kau malah selalu minder dengan dirimu,,, ?
ayo bangkit dan katakan bahwa kamu bisa! Pasti bisa!

Insyaallah…

Kamis, 12 Januari 2012 0 komentar

Laa Tahzan


Bismillahirrahmanirrahim…

Mulai hari ini dengan senyuman….^_^

Yakin bahwa Allah akan memberikanmu yang terbaik, apapun itu. apapun yang terjadi hari ini, itu jadikan sebuah pembelajaran bagimu. Tapi ingat satu hal, jangan buatNya kecewa. Buatlah Allah ridha kepadamu…berdoalah! Dan selalu berdzikir di tiap hembusan nafas , detak jantung yang masih kau miliiki saat ini.
Ketika kau merasa malas, berdoalah!  ingatlah bahwa ada doa untuk berlindung kepadaNya dari rasa malas. 

Ketika kau merasa orang tak adil kepadamu, ingatlah bahwa ada Allah Sang Maha Adil yang akan memberikan keadilanNya kepadamu. 

Ketika kau merasa tak percaya diri, ingatlah, bahwa sesuatu yang bagi kita sulitnya minta ampun adalah mudah bagi Allah. Tenanglah, Allah akan memberi pertolongan pada kita. Berdoalah!

 Ketika nafsu untuk mengingkariNya dan membuang sia-sia waktuNya muncul dalam diri kita, berlindunglah kepadaNya. 

Ketika rasa enggan dan berat untuk beribadah tiba-tiba datang menyergap itu adalah satu tanda syaitan sedang menggoda kita. Waspadalah, berlindung kepadaNya. 

Ketika hati sedang benar-benar beku untuk mengingatNya, berdzikirlah, terus…berdzikir, meski pada awalnya mungkin belum terasa efeknya, karena mungkin terlalu banyak dosa yang kita lakukan yang membuat hati kita menjadi keras, tapi sedikit demi sedikit syaitan yang membelenggu hati dan pikiran kita akan terlepas dan terhempas mendengar lantunan namaNya dari bibir kita.
Ketika merasa bahwa iman kita lemah, maka peganglah dada dan ucapkan dengan hati “Laa ilaaha illallah…” terus “laa ilaaha illallah..“, itu pengobar iman. 

Rasakanlah, bahwa Allah tiada benci kepadamu, bahwa Allah tiada akan meninggalkanmu, bahwa Allah selalu ada di sampingmu.

Laa Tahzan Innallaha ma’ana.
Senin, 02 Januari 2012 0 komentar

buat penguin...(buat sendiri...hehe)


Sekarang lihatlah, dirimu sendiri!

Berkaca, apa saja amalan yang dulu kau lakukan dan sekarang telah kau tinggalkan,
Bermuhasabahlah, apa saja yang telah kau lalaikan dan belum kau tunaikan.
Banyak, masih banyak.

Al wajibatu aktsaru minal auqaat,…

Kewajiban kita sungguh lebih banyak dibanding waktu yang kita miliki
Lihatlah generasi palestina!
Mereka mampu menghafal alquran di usia mereka yang sangat sangat belia,
Tapi kita? Jus 30 saja ga hafal! Maluuuu!!!!!
Lihat betapa mereka memiliki pengetahuan yang luas.
Namun kamu, apa yang kamu tau? Tentang hukum islam, sejarah islam, fikih?
Sudahkah kau mempelajarinya benar-benar?
Sekarang lihat lagi apa pekerjaanmu?
Sudah cukup bertanggung jawabkah kamu dalam memikul semua pekerjaan yang diberikan kepadamu?
Kau harus introspeksi, fah!
Kau harus evaluasi semuanya.
 Jika tidak, kau yang akan tertinggal jauh…jauh sekali. Bahkan sangat sangat jauh

Tujuanmu apa? 

Mati? Lalu apa yang kau lakukan sembari menunggu kematianmu itu datang?
Berdiam dirikah? Bermalas malaskah?
Coba lihat! Bagaimana saudaramu di pinggiran hidup? Mereka benar-benar berjuang hanya untuk mendapatkan sesuap makanan. Tidakkah kau perduli?
Ifah, ifah, jangan kau pikir kau yang paling sengsara! Jangan kau pikir kau lah yang paling memiliki banyak masalah!
Masih banyak di luar sana yang cobaannya jauh lebih berat di banding dirimu!

Mana rasa syukurmu?mana?

Dan kini tak ada lagi kata untuk menyesal atau mengeluh tak berguna.
Yang ada kau harus bangkit dan berjalan menatap masa depan. 

Lakukan apa yang bisa kau lakukan!

Sedikit demi sedikit bantu siapa saja di sekitarmu yang membutuhkan uluranmu
dan ingat fah, ilmu itu benar-benar di cari. Dia takkan mendatangimu sendiri,
Jangan bersantai begini dan bertahan pada zona nyaman sekarang ini.
Bukan waktunya lagi bersantai.
 Tapi waktunya berjuang untuk masa depan, dunia akhirat.

Ayo, semangat penguin!!!  ^_^
0 komentar

Jati diri


Wahai pribadi yang masih mencari jati diri…

Engkau harusnya tak bersedih hati, 

Masih banyak hal yang mampu kau lakukan saat ini, 

Masih banyak yang menunggumu menorehkan prestasi,

Yakinkan dirimu! Semangatlah untuk masa depanmu!

Masih belum yakin dengan dirimu?

Sekarang masih ada waktu tuk mencari keyakinan itu,

Hanya kita sendiri yang mampu mengubah hidup kita,

Bukan orang lain!

Maka, bangkit dari keterpurukanmu, 

Catat impian-impianmu,

Dan majulah selangkah demi selangkah untuk wujudkan itu.

Allah bersamamu, yakinlah itu!
 
;