Ada banyak
hikmah yang bisa kita ambil ketika kita membuka mata, membuka fikiran kita. Ketika kita memikirkan hanya kemungkinan
terbaik dulu saja, berpikir positif intinya. Berprasangka baik pada diri
sendiri dan orang lain tak ada salahnya, meski memang harus bersiap untuk
kemungkinan terburuk. Ya , itu hanya untuk jaga-jaga alias waspada saja lah... Yang
jelas, semuanya insyaallah tak seburuk seperti apa yang ada di pikiran kita. Pasti Allah
menyediakan berbagai pelajaran di balik semua kejadian yang terjadi. Dari sana
, tinggal kita yang harus bisa menyikapinya. Bagaimana kita menerima dan
mengerti hikmah di balik peristiwa. Mengeluhkah? Atau bersyukurkah? Tinggal kita
lihat sendiri, tergolong yang manakah kita?
Memang sudah menjadi tabiat manusia untuk
mengeluh. Mengeluh akan kesulitan yang di hadapinya, yang menjadi pertanda
bahwa ia memang rapuh. Rapuh sebagai manusia yang menandakan bahwa ia harus
meminta kekuatan pada Sang Maha Kuat. Namun dengan hanya mengeluh masalah tak
akan pernah rampung (selesai). Bahkan
terbukti bahwa mengeluh akan menyugestikan pada pikiran kita untuk berpikir tak
mampu dan sulit. Hadapi saja! Mungkin itulah kuncinya. Tak hanya mengingat
kesulitan hidup kita, toh semua orang pasti punya kesulitan hidup. Tapi cobalah
untuk mengingat betapa banyak nikmat lain yang terabaikan untuk kita syukuri. Atau
mungkin jangan-jangan Allah sedang memberi ujian kesulitan pada kita karena
kita tak pernah bersyukur. Bisa jadi!
“Barang siapa
diantaramu yang banyak bersyukur, Allah akan menambah nikmatNya kepadamu.” Kurang
lebih begitulah bunyi salah satu janji Allah dalam Al Quran. Janji Allah adalah
pasti. Kebanyakan kita adalah berdoa dulu baru bersyukur. Coba balik paradigma
bersyukur kita menjadi bersyukur dulu baru berdoa, insyaallah Allah akan cepat
mengabulkan doa kita. Itulah salah satu kutipan dari buku “Tuhan, Maaf aku
sedang sibuk” karya Ahmad Rifa’I RIfan. Kebanyakan kita adalah manusia yang
selalu mengeluhkan dan berdoa terlebih dahulu, tanpa berpikir bahwa semua
nikmat yang pernah Allah beri jarang sekali kita syukuri.
Seperti sebuah
cerita fiksi, tapi cukup menyentil telinga kita. Alkisah seorang anak diajak
untuk pergi kelangit. Di langit itu terdiri dari beberapa lapis. Lapis pertama
ia melihat para malaikat sangat sibuk mengepak paket-paket untuk dikirimkan ke
bumi, ketika anak itu bertanya paket apa itu? itulah paket nikmat untuk
manusia. Begitu pula di lapis langit yang berikutnya semua malaikat sibuk
mengepak paket namun isinya seperti berbeda dengan lapis pertama. Namun tidak
dengan lapis yang ke empat, disana malaikat hanya duduk menunggu, tak ada yang
dikerjakannya sama sekali. Ketika anak itu bertanya ternyata tugas dari
malaikat di lapisan langit itu adalah menerima pernyataan terima kasih dari
manusia atas paket-paket yang oleh malaikat di lapis sebelumnya dikirim.
“Mengapa kau tak
sibuk seperti malaikat-malaikat lain, malaikat penerima ungkapan terima kasih?”
tanya anak itu.
“Bagaimana aku
sibuk, sedangkan hanya sedikit manusia saja yang mengungkapkan terima kasihnya
atas paket nikmat yang Allah berikan. Jujur bukannya senang saya tak ada
pekerjaan, saya malah menjadi bimbang dan kasihan pada manusia.”
Itu hanya
sedikit ilustrasi betapa sedikitnya manusia yang bersyukur. Mengucap Alhamdulillah,
melakukan kebaikan, ibadah, banyak sebenarnya bentuk ucapan terima kasih
kepadaNya. Tapi kita manusia sering begitu amnesia untuk itu. Padahal salah
satu rizki yang sering kita lupakan adalah rasa syukur itu sendiri.
So, untuk
pembaca umumnya dan untuk diri saya sendiri pada khususnya. Mari kita coba
telaah lagi, apakah kita sudah termasuk hambaNya yang pandai bersyukur atau
belum. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk bagi kita, menggolongkan kita
kepada golongan yang Ia rahmati.
Aamiin.
* gambar by google...^-^
* gambar by google...^-^
0 komentar:
Posting Komentar