Langsung kukemasi barangku dan
bersiap untuk melabrak ibu itu. entahlah, akupun tak tahu siapa ibu diluar yang
sedang membentak anaknya sedemikian kerasnya sampai terdengar ke ruang kerjaku.
Yang jelas, aku sangat terganggu. Ketika gagang pintu telah kupegang, mendadak kepalaku
berputar seolah aku baru saja bangun dari tidur lelapku, harus mengumpulkan
nyawaku. Ternyata memang benar aku bangun dari mimpiku. Tapi mimpiku tak
sepenuhnya dalam hayal mimpiku. Itu nyata LOH... !!!
Teh Juju dan Anggun masih terjaga
ketika aku bangun dari tidurku. Mereka belum mengatupkan matanya sedikitpun.
Anggun masih asyik memainkan game di hapenya. Sedangkan teh Juju masih asyik
menonton film. Tapi mereka pun mendengar apa yang aku dengar. Kali ini bukan
mimpi. Ini adalah kejadian nyata. Suara berisik itu berasal dari rumah
tetangga.
“Tiap malem itu mah, ga Cuma
ibunya teh, tapi bapak dan kakaknya juga ikutan membentaknya, abi jadi penasaran…. ” Anggun beranjak
dari tempat tidurnya dan mengintip dari balkon kosan kita. Karena gelap dan
tertutup tirai bamboo pula, dari arah bawah rumah ibu tetangga itu kayaknya sih takkan
kelihatan. Tapi harus hati-hati juga. Teh Juju mengikuti di belakang.
“Woi, Yang bener donk. Gimana sih? Gue udah bilang kan sama elo kemaren!”
Suara seorang gadis yang tak lain
adalah kakak dari bocah itu pun terdengar, pelak. Sekarang sangat jelas terdengar
bahkan sangat keras.
“Brak…”
Terdengar suara pintu dibanting.
Gadis itu keluar pintu rumah. Bersamaan itu pula Anggun dan Teh Juju menarik
sedikit tubuhnya ke belakang. Takut ketahuan.
“Mau kemana dia teh?” aku yang
sedari tadi masih mengumpulkan nyawa alias setengah bangun hanya memperhatikan
tingkah kedua temanku itu.
“Paling juga kembali jualan di
warung ayam bakarnya.” Kata Anggun sembari kembali berbaring dan melanjutkan
permainan di hapenya yang tadi sempat tertunda.
“Mereka jualan sampai malam, dan
sekitar jam segini mereka baru kumpul di rumah. Hampir tiap hari aku mendengar
anak kecil itu jadi sasaran amarah satu keluarga itu. kadang-kadang bapak dan
ibunya sendiri yang bertengkar. Membuatku bertambah tak bisa tidur, teh…” keluh
Anggun.
“Aku tak habis pikir. Ada yah keluarga
seperti itu. ibu dan bapaknya bertengkar. Ibu, kakak, dan bapaknya sekaligus
memarahi anak yang baru berumur 5 tahun! Anak yang belum tahu apa-apa! Sungguh
tega. ckckckc…” aku berdecak.
Anggun hanya mengangkat bahunya
saja, sedangkan Teh Juju mengangguk-angguk menyetujui perkataanku.
“Kasian anak kecil itu fah…
senakal apapun anak itu, memarahinya hanya membuat mental anak itu menjadi tak
baik nantinya. Juju nggak mau jadi ibu seperti itu….” Teh Juju bergidik
membayangkannya.
“Sebenarnya kasus ini kalau di
bawa ke hukum sudah termasuk tindak penganiayaan anak di bawah umur. Atau kalau
enggak kita laporkan ke komisi perlindungan anak. Kak seto pasti bisa
bertindak…” Aku memandangi teh Juju.
“Hayu fah, kita laporin ajah….”
Teh Juju tersenyum mengajakku melaksanakan idenya.
“Tapi teh, bukannya aku nggak
kasihan sama anak itu. Pertama, kita hanya pendatang disini, bisa fatal kalau
tidak berhati-hati dalam bersikap. Kedua kita belum punya cukup bukti untuk
membawa kasus ini ke meja hijau teh… ketiga, teteh tahukan hukum di Indonesia
seperti apa? … kubilang sih bisa-bisa
kita yang nantinya di seret ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik, itu
pasti terjadi kalau kita tak punya cukup saksi dan “money”. Fiuuuh….aku juga serba salah teh. Kedzaliman jelas-jelas di
depan mata kita, tapi aku sendiri belum punya cukup keberanian untuk itu.
gimana donk teh? Apa kita laporin aja ke Ummi dulu, trus ke kelurahan?” ucapku.
“Entahlah fah… Juju juga
bingung.” Ucap teh Juju lesu.
Anggun hanya diam. Tak banyak
bicara ia. Tapi dia pun risih setiap malam harus mendengarkan semua itu.
Malam itu berakhir dengan
ketidakjelasan. Kebingungan akan bersikap.
Ya Allah…maafkan kami..belum
cukup berani untuk ini.
“Ketika engkau melihat kedzaliman
di depan matamu, maka cegahlah dengan tanganmu, jika tak bisa cegahlah dengan
lisanmu, jika itupun tak mampu maka berdoalah, doakanlah dia. Itu adalah
selemah-lemahnya iman.”
Maaf Allah. Iman ku masih sangat
lemah…T.T
harus bagaimana?
0 komentar:
Posting Komentar