Sederhana saja. Jika kau inginkan
dunia, dunia akan kau dapati.
Tapi bersiap saja, di akhirat kau akan
menyesali.
Berpikir sebelum bertindak atau
bertindak baru berpikir? Mendengar atau mengabaikan bisikan nafsu?… itu adalah pilihan
bagi hatimu. Hanya akan ada 2 cerita
setelahnya. Pertama, Tersiksa menahan diri
karena berusaha sekuat hati menolak
bujukan syaitan untuk sementara. Kedua menyesal di akhir karena tak mampu tuk
sedikit bersabar melawan nafsu diri.
Itulah konsekuensi dari sebuah pilihan. Kebahagiaan apa yang akan kau
dapatkan? semukah? Sejatikah?
Kebahagiaan semu akan kau dapatkan saat itu
jika kau lebih memilih nafsu sebagai tambatan hati. Kebahagiaan sementara yang
akan kau nikmati hanya tuk sesaat saja. Dan seiring waktu kau akan menyadari
bahwa semua itu hanyalah sebuah gelembung sabun yang senantiasa hilang dalam
satu kedipan mata. Itulah nafsu. Itulah dunia yang kau hadapi sekarang. Dunia
penuh warna, yang jika tak hati-hati, kau akan melebur pada warna gelap yang
diciptakannya. Sejenak saja. Berfikirlah. Melihat pada hati sendiri. Apakah mau
kau di perbudak oleh nafsu? Tentu bisikan nuranimu berkata, “Tidak! Aku sama
sekali tak mau!”
Kebahagiaan sejati, meski
terkadang harus melewati jalan yang tak mudah didaki. Meski kadang diri harus
benar-benar kuat membentengi. Harus mengekang semua kehendak hati yang
sebenarnya itu bukanlah hati tapi hanya seonggok nafsu yang sudah menempel erat
pada hatimu. Meski harus melepas simpul-simpul syaitan yang sering membelenggu
diri. Itu adalah satu satunya cara untuk meregup manisnya kebahagiaan sejati. Kebahagiaan
yang akan lekat dan takkan hilang ditelan masa. Kebahagiaan dariNya untuk para
hambaNya yang bertakwa.
Seringkali manusia berkata dengan
fasihnya. “Aku yakin akan adanya surga dan neraka.” Tapi perilakunya? Sikapnya?
Tutur katanya? Sama sekali tak menyuratkan semua nya.
“Aku yakin bahwa orang yang
berdosa akan dimasukkan ke neraka, menelan buah zaqqum yang sama sekali tak
enak rasanya. Meminum buliran nanah dan darah. Kobaran api senantiasa
menyelimuti! Aku yakin itu…aku yakin….”
Tapi masih saja. Keyakinan itu
tak dimaknai dengan hati. Keyakinan itu hanya dimulut saja. Seolah sebuah
dongengan anak kecil sebelum tidur. Hanya sebuah dongeng anak untuk menakutinya
agar secepatnya tidur terlelap. Kau sangka itu cerita bohongan?
Aku yakin kau akan mengatakan,
tidak! Tapi coba telaah lagi. Sudahkah anda mengatakan itu dengan hati?
Sadarkah anda dengan satu persatu kata yang keluar dari mulut anda?
Kalau memang jawabannya iya.
Baguslah. Engkau masih memilikiNya. Manusia memanglah tak sempurna. Seringkali
khilaf bertubi-tubi dilakoni. Taubat sambel seringkali tak disadari. Tapi Allah
masih tetap tak sedikitpun mengurangi kasih sayangNya pada makhlukNya. Kita manusia, sering tak punya hati tentang
ini. Tak punya malu bahkan sering memungkiri.
Sederhana saja. Kau hanya harus
telaah dan terus telaah lagi. Akan hatimu. Fikirmu. Bisakah engkau jujur dengan
diri sendiri. Bisakah engkau jujur pada hati. Karena hanya itu yang akan
membuktikan semua kata yang keluar dari bibirmu. Karena hanya itu yang bisa
menyelamatkanmu.
Sederhana saja. Hidup ini hanya
untukNya. Beribadah kepadaNya.
Please!
Jangan serahkan hidupmu pada dunia fana…
0 komentar:
Posting Komentar