Terang kembali langit sore itu.
Awan gelap tak lagi menyelimuti langit,
namun semua itu tak ada pengaruhnya bagiku. Hati dan pikiranku masih juga
kelabu. Gelap dengan segala beban yang masih menyangkut dalam benak, masih
berdiam di sudut rongga otakku terdalam. Pekerjaanku masih banyak!
Aku semakin bimbang. Aku di
tuntut untuk lebih cepat menyelesaikan pekerjaan yang membutuhkan kejelian,
analisa dan logika ini. Programmer. Itulah pekerjaanku saat ini.Pekerjaan yang
mungkin tak banyak diminati oleh kaum perempuan. Pekerjaan yang mengharuskan
mataku betah berlama-lama menatap layar komputer. Pekerjaan yang terkadang
kupikir, ini tak cocok untukku! Tapi, aku tak bisa menyangkal bahwa inilah
bidangku, bidang yang aku pelajari selama 3 tahun ke belakang, bidang yang ku
geluti selama aku duduk di bangku kuliah dulu, bidang yang mungkin jika
kukatakan aku salah jurusan! Tapi itulah jalanku, jalan yang Allah sediakan
untukku. Takdir yang memang harus terjadi padaku. Takdir yang harus aku terima
dan aku perjuangkan sekuat tenaga.
Query,coding,class,looping itulah makananku setiap hari.
Meski belum mampu untuk expert di
bidang ini, namun aku coba untuk tetap bertahan. Bertahan dengan sepenuh
kemampuanku yang hanya baru sampai pada level junior programer. Yah, itu memang sebutan untukku. Sebutan yang
sebenarnya tak membuatku merasa bangga sedikitpun sebagai ‘kuli’ program
komputer ini. Seringkali aku heran
dengan diriku sendiri. Hampir 2 tahun aku menggeluti dunia pemrograman ini,
namun tak sekalipun aku bisa mencintai pekerjaanku ini. Bahkan semakin aku
jalani aku semakin muak! Entahlah. Aku tak mampu mengerti mengapa banyak orang
yang mengatakan bahwa coding itu
mengasyikkan, coding is my hoby,coding itu seni dan sebagian lain berkata, coding itu tantangan! Ah!!! Kalian,
mengapa tak sepaham denganku? Memang, kuakui bahwa menjadi seorang programer
itu melatih jiwa untuk pantang putus asa, program error pun terus saja tak putus asa membenarkannya.
Selain itu, menjadi programer itu melatih kesabaran, kesabaran untuk mampu
bertahan mencari solusi jika terjadi bugs
aplikasi. Melatih ketelitian , kejelian mata terhadap code yang kita buat, juga melatih kreatifitas untuk bisa
mengakomodir semua keinginan user.
Letih! Pulang hampir jam 22.00
malam tiap hari, belum lagi keinginan user yang semakin banyak saja. Ditambah
analisa program yang terkadang aku sendiri masih menerawang. Ah! Rasanya ingin sekali aku meninggalkan dunia
pemrograman ini, tapi kupikir lagi, waktu belumlah tepat. Waktu yang masih
rentan jika aku memutuskan untuk resign sekarang. Waktu dimana aku dan 4 orang
timku dituntut untuk menyelesaikan program ini sampai akhir minggu ini.
***
Fikiranku masih melayang entah
kemana, tak fokus terus untuk bekerja. Entahlah, aku tak mampu berpikir jernih
kali ini. Aku mampet! Form entri yang
belum juga oke validasinya,
sampai-sampai aku di sindir terus oleh pihak user, mengapa validasinya nggak
jalan?
Sore ini 2 orang datang dan terus
mengerubungiku dengan wajah yang mulai tak bersahabat. Menyindir dengan lagu
‘Bu guru..yang ini kapan selesenya?’.... ingin rasanya aku berkata pada mereka
‘woiiii....aku pusing mendengar ocehan kalian!’ di waktu yang sama Project
managerku terus memantauku dari belakang,
terus meminta proggress pekerjaan yang aku kerjakan. Ah! Benar-benar.
Aku tak mampu berpikir sekarang. Meski begitu aku terus saja berusaha untuk
menyelesaikan dengan segenap kemampuan. Mencoba bertahan dalam keadaan yang
cukup tak mengenakan ini. Dan ketakutanku adalah client melakukan pinalti
terhadap perusahaanku. Bagaimana aku harus mempertahankannya? Sampai-sampai aku
dan tim lainnya tak sempat makan siang. Sudah benar-benar tak enak makan.
Ku ketuk-ketuk tak jelas
keyboardku, mencari ide ,cara untuk memperbaiki error program. Mataku tertuju
pada sudut kanan bawah komputer, ‘Astaghfirullah...........jam 17.15! aku belum
sholat ashar!’ aku berlari mengambil wudhu dan bergegas ke masjid.
Ya Allah...maafkan aku...aku
sampai lalai untuk sholat . Entahlah, tak seperti biasanya aku lupa seperti
ini. Dan ini sudah kedua kalinya. Oh! Benar-benar aku lalai.
***
Ketika 2 orang client berangsur
pergi meninggalkanku , perlahan project managerku mendekatiku dan berdiri di
depan meja dengan segelas air di tangannya.
“Pusing ya ta?”
Aku tak berkomentar apa-apa.
Hanya wajahku yang menunjukkan betapa stressnya aku.
“Sebenarnya saya ingin sore ini
kita berhenti sejenak, coding itu
harus dalam keadaan tenang, tekanan jiwa, pikiran dan stressing perasaan
mempengaruhi fikiran dan hati seorang programmer. Maka itu, sore ini kita
berhenti sejenak untuk mereview dan kembali menata jiwa dan pikiran kita.
Pikiran dan hati juga butuh jeda untuk kembali fresh berpikir.”
Beliau menatapku lekat ,lelaki
yang mungkin hampir sebaya dengan mamaku itu berkata dengan lancarnya. Aku tahu
beliau bimbang. Bimbang dengan aku yang uring-uringan beberapa hari ini. Dengan
project yang seharusnya sudah go life sejak 1
minggu kemarin. Dan dengan semua tim yang bukan hanya aku saja. Fuh! Aku
semakin terpuruk jika mengingat semuanya. Dan pangkal dari program ini adalah
aku. Mas Rian, seorang analis yang
menjadi akar dari semua analisa program semakin sibuk dengan permintaan
user yang banyak. Andin memegang semua report dan beberapa modul aplikasi. Dan
akulah yang memegang proses dari aplikasi ini. Banyak error di sana sini,
banyak form yang belum juga bisa dientri secara benar, banyak kondisi dan
validasi yang belum ku buat di aplikasi, banyak kesalahan!. Oh! Aku semakin
kacau. Kata-kata pak Danu, Project Manager ku tadi memang sedikit
menenangkanku, namun kekhawatiranku memuncak lagi. Mengingat bahwa semua
aplikasi yang tak jalan adalah buatanku.
“Bapak, maaf ya pak jika Tita
kurang bisa menghandle semuanya
dengan cepat.” Aku membuat
pengakuan dan tertunduk malu di
hadapannya.
Kami sama-sama tertunduk lesu,
“Tidak, ta. Semuanya kembali pada
pemimpin, dalam hal ini saya. Ini kesalahan saya yang belum mampu mengkoordinir
kalian dari awal.”
Aku terdiam. Kami sama-sama diam
sampai akhirnya adzan maghrib berkumandang. Kami beranjak tanpa saling berkata
lagi.
***
“Hoooi....ko lesu amat sih??” Mba
Anisa mengagetkanku dari belakang. Aku yang sedang termenung di depan kaca
kamar mandipun sedikit terkejut karena kedatangannya.
Kami bersender pada bibir
wastafle kamar mandi. Sejenak aku ingin bercerita padanya. Dia seorang Technical Writer yang ditugaskan satu
tim denganku.
Aku tertunduk, “Mba...ini semua
salahku, aplikasi belum bisa go life, aku lemot! Aku lama responnya,
aku tak bisa logikanya....! ini semua karena salahku! Kebodohanku!” aku mencaci
diri.
Perlahan mba Anisa mengangkat
wajahku. “Ayolah ta, ini semua bukan salahmu! Jangan hanya karena ini kamu
anggap dirimu lemot! Aku yakin kamu mampu,ta! Kamu harus semangat! Tunjukkan
bahwa kamu mampu, kamu bisa...”
“Tapi mba... semua ini karena aku
tak becus mengerjakan pekerjaanku! Aku bingung harus berbuat apa... bagaimana
caranya biar semuanya cepat selesai... aku tak bisa berpikir...”
Mba Anisa menghela nafas dalam.
“Tenang, ta... ada Allah...yang
senantiasa memberi pertolongan padamu... iyyakana’budu waiyya kanasta’in... dan
Allah selalu bersamamu. Kamu hanya harus yakin pada Nya dan pada dirimu sendiri
bahwa kamu mampu menyelesaikan ini. Katakanlah pada masalahmu, ‘Hei Masalah
Besar! Aku punya Allah yang Maha Besar! Gituuu donk....’”
Perkataan terakhir Mba Anisa mengetuk
hatiku. Apa mungkin selama ini aku kurang percaya dan yakin akan Allah? Apa
mungkin hatiku tak tenang karena jauh dari Allah? Apa mungkin Allah memberi ini
untuk membuatku kuat? Aku kurang bersyukur? Aku terlalu pesimis pada diriku
sendiri? aku bertanya pada diriku sendiri.
Ya, aku memang kurang bersyukur,
aku terlalu bersuudzon dengan Allah, aku terlalu pesimis dan negative thinking pada Allah dan diriku
sendiri, aku terlalu takut dan rendah diri, aku terlalu jauh dari Allah.
Mungkin ini adalah satu teguran
Allah untukku, mengingatkanku untuk selalu bersyukur di setiap keadaan yang aku
alami, inilah waktu Allah menguji keimananku, inilah waktu untuk aku
bermuhasabah diri dan tak boleh kalah dengan duniawi.
‘ya, benar. Aku pasti mampu! Aku
pasti mampu melewati ini. Aku pasti mampu menyelesaikan ini. Laahaulaa walaa
quwwata illabillah ’.
Ya Allah,,,maaf jika aku selalu
mengeluh.
***
Pagi yang cerah menyambutku lewat
semburat hangat mataharinya. Aku mulai yakin pada diriku sendiri untuk bisa
menghadapi semua dengan senyuman, dengan semangat bahwa semuanya akan baik-baik
saja. Yah, aku hanya harus yakin dengan diriku sendiri dan dengan Allah yang
Maha Besar.
Hari beranjak siang, banyak
telepon masuk yang ditujukan untukku. Tak lain, hanya satu alasan yang membuat
mereka meneleponku. Aplikasi bermasalah lagi! Oh...
Belum lagi selesai aku
membenarkan kesalahan aplikasi, 2 orang user muncul dari balik pintu
menghampiriku dengan wajah merah padam. Aku mencoba tenang. Aku mencoba untuk
tidak takut untuk menghadapi semuanya. Dan aku harus kuat! Mampu!
“Kau mampu, meski terkadang kau
berkata tidak mampu. Kau bisa meski terkadang kau cepat putus asa. Kau pintar
dan tak pantas dirimu mencaci diri sendiri dengan berkata ‘aku bodoh.’. Kau
lalai, namun Allah selalu membuka pintu maaf untukmu di setiap saat kau
melakukan kelalaian. Janganlah engkau bersedih hati, Allah tiada meninggalkanmu
dan tiada pula membenci dirimu. Allah selalu di sampingmu. Kau pasti bisa
ta.....”