Jumat, 25 November 2011

Ada apa dengan Apartemen Saibi?


Malam mulai larut, hanya Mba Cici yang masih asyik dengan Laptop dan PI(Penelitian Ilmiah) untuk S1 Psikologinya. Matanya masih menyala di saat mata-mata lain tlah terlelap, termasuk aku teman satu kosnya. Kos yang kita sebut dengan Apartemen Saibi punya Engkong Saibi.
Matanya masih tertuju pada laptop kesayangannya sampai ia tertarik dengan sesuatu yang berbeda di luar kamarnya. Lampu. Lampu berkedap-kedip secara tiba-tiba. Mba Cici sama sekali tak menganggapnya seram. Dia bahkan tertawa.
“Mba mutia…bangun…liat tuh lucu tau, lampunya kedap kedip.” Tangan mba Cici menunjuk pada lampu tengah, lampu yang berada di ruang  antara 4 kamar kos saibi.
Tak berapa lama, lampu itu mati, padam.
Entah apa yang ada di pikiran mba Cici waktu itu, dia keluar tanpa rasa takut sedikitpun. Jam dinding telah menunjukkan jam 00.00. Mba Cici mendongakkan kepalanya ke atas, lampu benar-benar mati dan ketika pandangannya beralih pada sudut kanan , alangkah terkejutnya mba Cici ketika ia dapati seseorang telah berdiri di dekat rak sepatu tepat di ujung tangga. ia pun kembali masuk dan membanting pintu cepat. Siapa orang itu? Laki-laki yang berumur sedikit di bawah Engkong dan memakai pakaian hitam-hitam rasanya tak asing bagi mba Cici.
Mba Meri, penghuni kamar sebelahku yang sekaligus berhadapan dengan kamar Mba Cici ternyata masih terjaga dan mendengar suara mba Cici membanting pintu. Sejak tadi Mba Meri , Mba Dian (kakak Mba Meri), Mba Ijjah(kakak Mba Meri yang sedang menginap) dan ibunya ternyata tahu juga kalau lampu sudah tak beres sejak tadi.
“Mba Cici….kenapa?” Teriak Mba Meri  lewat jendela kamarnya yang terbuat dari kaca.
“Ga papa, Mer. Kamu masuk aja, jangan keluar.” Teriak Mba Cici.
Mba Meri ternyata masih penasaran, ia keluar dan mengetuk pintu kamar Mba Cici di tengah kegelapan. Dan baru mereka sadari bahwa semua lampu di kosan mati. Di semua kamar, ruang tengah dan tangga pula. Mba Meri pun kembali ke kamarnya tanpa ada firasat apapun. Meski hawa dingin mulai menghinggapi tubuhnya yang sejak tadi hanya menggunakan tengtop dan celana pendek sepaha.
Suasana tak membaik. Malah semakin memunculkan penasaran bagi keluarga Mba Meri. Mereka sudah sedikit berfirasat tak enak. Dan beberapa menit kemudian ada suara orang menaiki tangga. Ibu Mba Meri berkata dalam hati ‘siapa malam-malam begini masuk ke kosan, padahal di bawah tangga gerbang selalu di kunci oleh engkong’. Berangkat dengan kepenasarannya itu, ibu Mba Meri keluar dan berjalan menuju tangga, menengok ke bawah, bahkan sampai menuruni tangga.’ga ada orang, terus yang tadi siapa yah?’ tak lama bulu kuduknya mulai berdiri. Sontak Ibu Mba Meri langsung mengambil posisi lari menaiki tangga, namun kakinya terasa berat sekali! Tubuhnya seakan ada yang menariknya untuk ke bawah. Ayat Kursi pun di baca, tak lepas bibir dari berdzikir. Dan akhirnya ibu Mba Meri bisa kembali masuk ke dalam kamarnya.
Suasana kamar mulai mencekam. Mba Cici tak mau sedikitpun keluar. Ia memeluk teh Juju erat. Kontan semua dalam kamar Mba Cici terbangun, termasuk Mba Mutia dan Teh Juju. Tak ubahnya dengan suasana kamar Mba Meri, ketakutan mulai menghinggapi satu per satu dari mereka. Al Quran di pegang, Ayat Kursi selalu di lafalkan. Dan kamar masih dalam Gulita.
Tak tahan dengan keadaan ini, Mba Dian berinisiatif untuk menelpon yayang. Membangunkan kamar kami, yang sejak tadi tlah terlelap meski dalam gelap. Wah! Kamar kamilah yang paling ayem tentrem karena sudah menjadi kebiasaan kami tidur tak terlalu malam. Hehe… Yayang terbangun dengan HP yang kelap kelip, ‘ko ga ada suaranya ya?biasanya bunyi, lah ini…nggak’ gumam yayang dalam hati.
“Halo…mba…mba…”  ucap yayang setelah mengangkat teleponnya, tapi tak ada suara terdengar sedikitpun.
Baru yang kedua kalinya, Berhasil menghubungi Yayang dan meminta kami untuk bangun dan keluar kamar. Aku dan Anggun yang pulas, dibangunkan Yayang dan dengan kepanikannya kami pun menyimpan tanda tanya besar dalam kepala. ‘Sebenarnya ada apa ini?’ aku masih tak mengerti, karena kusangka hanya masalah lampu mati saja, sudah biasa, dulu juga pernah. Nah lo…pas kita keluar kamar, Mba Meri, Mba Dian membawa Al Quran dan membaca Ayat Kursi berulang-ulang.  Di tambah dengan Mba Meri yang berkata “Bulu kudukku merinding nih! Hayu kita ke rumah engkong!”
Tanpa tahu cerita, sebab musababnya, aku di tawari untuk ikut ke bawah memanggil Engkong, Aku tak memakai baju panjang, dan hanya mengambil selendang. Aku memilih untuk bergabung dengan Mba Cici dan Mba Ijjah yang sekarang tlah berkumpul di kamar Mba Cici, pun demikian juga dengan Anggun, Yayang dan Teh Juju. Sisanya semua ke bawah.
Dalam kamar, Mba Ijjah terus berdzikir keras. Aku masih tak mengerti, tak ada yang menjelaskan padaku saat itu. Baru ketika Engkong datang dan lampu telah menyala, Mba Cici menceritakan kronologis kejadiannya.
Aku baru ingat bahwa sehari yang lalu, tepatnya hari Minggu sore sepulang dari Baksos di Citeureup Anggun menemukan hal yang ganjil.
“Teh, teteh tadi sebelum berangkat pipis ga?” tanya Anggun setelah masuk ke kamar mandi.
“Bukannya kamu yang terakhir ke kamar mandi gun?” tanyaku balik pada Anggun.
Nah, dalam kamar mandi itu, ada bekas pipis yang belum di siram. Lantai kamar mandi pun masih kering. Lalu siapa yang pipis ya? Aku dan Anggun saling bertatapan dengan penuh kebingungan. Kejadian itu bukan pertama kalinya. Dulu sewaktu Mba Fenti, mantan tetangga kamar depan yang sekarang tak lagi ada penghuninya itu pun pernah menanyakan hal yang serupa dengan nya. Di WC nya ada bekas orang buang air besar. Dan Mba Fenti maupun suami tak merasa melakukannya. Kupikir ini bukan kebetulan biasa. Ada keganjilan di sini. Tapi ku tak tahu apa itu.
Suasana mulai mencair dengan kembali terangnya lampu kamar dan lampu ruang tengah yang telah diganti oleh Engkong. Ternyata tak berhenti sampai di situ. Yayang yang sedari tadi tengkurap dan berbaring di sebelah teh Juju ternyata bukan tertidur, tapi pingsan!
Kembali Engkong dan pasukannya dipanggil dan bertindak cepat. Yayang di bopong dan di bawa ke bawah, ke rumah Engkong yang letaknya persis di depan kosan kita yang terletak di lantai 2. Kita semua keluar kamar  dengan pakaian yang tak karuan, Mba Cici yang menarik sprei untuk menutup tubuhnya yang hanya memakai baju pendek saja, Mba Dian yang memungut sarung di jemuran meski nggak tahu itu sarung siapa, emak dengan kaos singletnya, aku yang memakai kerudung asal tutup saja, apalagi Mba Meri ke bawah dengan pakaian seadanya dan akhirnya meminjam sarungnya Engkong! pokoknya parah! Anggun dan teh Jujulah yang sempurna memakai baju. Tak diduga, tiba-tiba ketika tepat di pintu Mba Cici berbalik badan dan langsung memeluk Teh  Juju. Suasana Panik. Mba Cici tetap di bawa ke bawah masih dalam posisi memeluk teh Juju, tak sedikitpun ia mau membuka matanya. Sampai tiba di ruang tengah rumah Engkong. Mba Cici berbaring di tikar yang tak terlalu besar agaknya, badannya menggigil, matanya mulai tak focus. Aku yang membawa AlQuran sejak tadi, sesaat  sebelum tahu Yayang pingsan, membaca surat Yasin di sebelah kanan Mba Cici. The Juju membacakan ayat kursi di telinga Mba Cici yang mulai kehilangan Control. Jin mulai menguasai tubuhnya, ia tak bisa bicara. Berdzikir apalagi! Aku terus dan terus membaca Yasin sampai selesai. Aku teringat ketika di Kampus dulu seseorang yang kesurupan setelah mendengar murotal, cukup mempan. Setelah tadi aku ngaji ko ga ada perubahan. Akhirnya aku menyetel murotal di HPku. Memang berhasil, ia cukup berteriak. Sampai datang Pak berjenggot, hm….aku tak tahu namanya, yang pasti beliau adalah salah satu orang yang bisa mengusir jin mungkin. Meski memang benteng diri adalah paling utama. Mba Cici terlihat sangat tersiksa. Antara dirinya dan bukan , ia terus meronta, terkadang tertawa genit, yang aku tahu itu bukanlah mba Cici yang asli. Dan ternyata bukan hanya lelaki tua yang mengikuti Mba Cici, tapi sosok perempuan tua yang berdiam di bawah tangga. Masya Allah…
“Allahu Akbar!!!”
Teriakan Mba Cici keluar dengan sepenuh perjuangannya. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Aku hanya bisa menatap dan membaca ayat kursi berulang kali. Aku pun mendekati Anggun yang mulai menangis karena takut dengan kejadian ini. Kemungkinan besar bisa pindah ke tubuh Anggun jika Anggun kosong pikirannya. 
Sedangkan Yayang gimana kabarnya?
Yayang ada dalam kamar dan di tangani oleh beberapa orang. Matanya masih menyelidik ke semua sudut ruangan. Ada suara yang mengajaknya pulang ‘Ayo ikut Pulang….’ Seorang lelaki yang dilihat juga oleh Mba Cici.  Yayang mengaku ia tak masuk ke dalam tubuhnya. Yayang hanya merasakan ketakutan luar biasa.
Semua kembali normal. Mba Cici sudah sadar meski tak mau melihat Yayang. Pun demikian dengan Yayang. Tak mau melihat Mba Cici. Entah kenapa. Kita pun tak tahu.
Mba Cici baru ingat kalau sosok lelaki yang dilihatnya tadi adalah orang yang sering membetulkan lampu dan sanyo kost-kostan kita. Dan kemarin, innalillahi wainnailaihi roji’un , beliau sudah meninggal dunia. Kita belum sempat juga melayatnya, karena pagi kita langsung berangkat ke kantor. Apalagi kita sama sekali tak tahu berita yang kemarin pagi dikabarkan meninggal adalah orang yang sering membantu membetulkan lampu tengah kosan kita, ditambah kita orang baru dan tak tahu dimana letak rumahnya. Mungkin itulah salah satu penyebabnya. Faktor lain menurutku karena daerah sekitar tangga dan rak sepatu jarang sekali di bersihkan. Ada tempat sampah yang kotor. Jin suka dengan yang kotor-kotor katanya. Ditambah tak ada lampu, Gelap! Sama sekali. Kenapa harus Mba Cici yang jadi sasaran? Karena dia sedang haid, sedang kotor dan tidak sholat, sangat mudah bagi jin untuk memasuki tubuhnya. Sedang Yayang, ini bukan pertama kali dia melihat makhluk semacam itu. Hal lain mungkin karena kita yang terlalu banyak tertawa dan bercanda berlebihan ketika di kosan, ditambah tak pernah sekalipun di agendakan untuk mengaji bersama atau hanya sekedar Yasinan tiap  malam Jumat saja. Terlalu dingin kosan kita dengan semangat ibadah yang rendah para penghuninya. Dan sekarang ketika pintu ramadhan hampir dibuka. Allah memberikan peringatan ini untuk kita. Bukan untuk menakuti, bukan untuk mengusir kita dari kosan dan membiarkan jin itu menang, tapi untuk menguji seberapa besar keimanan kita kepada Allah. Seberapa yakin kita terhadap kehadiran Allah di hati kita, dan meningkatkan ibadah kita yang mungkin selama ini tlah luntur dimakan perkembangan zaman. Seberapa siap kita menyambut ramadhan? Apa yang telah kita lakukan untuk memasuki bulan yang penuh berkah ini? Itulah sederet pertanyaan yang harus kita jawab. Wahai penghuni Apartemen Saibi. Termasuk dirikuh …. :D
Eh , lupa…malam aku pun di tegur oleh bapak-bapak yang berjenggot itu loh…dia bilang, jangan pake murotal…..’Lha Wong kita juga masih bisa baca Quran ko’ ngandalin murotal!’ . Terus ada yang nyeletuk ‘Wah jangan-jangan nanti jinnya request lagunya linkin park,….bhahahaha’…. aku jadi malu…:”>


By: Fa_

0 komentar:

Posting Komentar

 
;