Malam
mulai larut, hanya Mba Cici yang masih asyik dengan Laptop dan PI(Penelitian
Ilmiah) untuk S1 Psikologinya. Matanya masih menyala di saat mata-mata lain
tlah terlelap, termasuk aku teman satu kosnya. Kos yang kita sebut dengan
Apartemen Saibi punya Engkong Saibi.
Matanya
masih tertuju pada laptop kesayangannya sampai ia tertarik dengan sesuatu yang
berbeda di luar kamarnya. Lampu. Lampu berkedap-kedip secara tiba-tiba. Mba
Cici sama sekali tak menganggapnya seram. Dia bahkan tertawa.
“Mba
mutia…bangun…liat tuh lucu tau, lampunya kedap kedip.” Tangan mba Cici menunjuk
pada lampu tengah, lampu yang berada di ruang
antara 4 kamar kos saibi.
Tak
berapa lama, lampu itu mati, padam.
Entah
apa yang ada di pikiran mba Cici waktu itu, dia keluar tanpa rasa takut
sedikitpun. Jam dinding telah menunjukkan jam 00.00. Mba Cici mendongakkan
kepalanya ke atas, lampu benar-benar mati dan ketika pandangannya beralih pada
sudut kanan , alangkah terkejutnya mba Cici ketika ia dapati seseorang telah
berdiri di dekat rak sepatu tepat di ujung tangga. ia pun kembali masuk dan
membanting pintu cepat. Siapa orang itu? Laki-laki yang berumur sedikit di
bawah Engkong dan memakai pakaian hitam-hitam rasanya tak asing bagi mba Cici.
Mba
Meri, penghuni kamar sebelahku yang sekaligus berhadapan dengan kamar Mba Cici
ternyata masih terjaga dan mendengar suara mba Cici membanting pintu. Sejak
tadi Mba Meri , Mba Dian (kakak Mba Meri), Mba Ijjah(kakak Mba Meri yang sedang
menginap) dan ibunya ternyata tahu juga kalau lampu sudah tak beres sejak tadi.
“Mba
Cici….kenapa?” Teriak Mba Meri lewat
jendela kamarnya yang terbuat dari kaca.
“Ga
papa, Mer. Kamu masuk aja, jangan keluar.” Teriak Mba Cici.
Mba
Meri ternyata masih penasaran, ia keluar dan mengetuk pintu kamar Mba Cici di
tengah kegelapan. Dan baru mereka sadari bahwa semua lampu di kosan mati. Di
semua kamar, ruang tengah dan tangga pula. Mba Meri pun kembali ke kamarnya
tanpa ada firasat apapun. Meski hawa dingin mulai menghinggapi tubuhnya yang
sejak tadi hanya menggunakan tengtop dan celana pendek sepaha.
Suasana
tak membaik. Malah semakin memunculkan penasaran bagi keluarga Mba Meri. Mereka
sudah sedikit berfirasat tak enak. Dan beberapa menit kemudian ada suara orang
menaiki tangga. Ibu Mba Meri berkata dalam hati ‘siapa malam-malam begini masuk
ke kosan, padahal di bawah tangga gerbang selalu di kunci oleh engkong’.
Berangkat dengan kepenasarannya itu, ibu Mba Meri keluar dan berjalan menuju
tangga, menengok ke bawah, bahkan sampai menuruni tangga.’ga ada orang, terus
yang tadi siapa yah?’ tak lama bulu kuduknya mulai berdiri. Sontak Ibu Mba Meri
langsung mengambil posisi lari menaiki tangga, namun kakinya terasa berat
sekali! Tubuhnya seakan ada yang menariknya untuk ke bawah. Ayat Kursi pun di
baca, tak lepas bibir dari berdzikir. Dan akhirnya ibu Mba Meri bisa kembali
masuk ke dalam kamarnya.
Suasana
kamar mulai mencekam. Mba Cici tak mau sedikitpun keluar. Ia memeluk teh Juju
erat. Kontan semua dalam kamar Mba Cici terbangun, termasuk Mba Mutia dan Teh
Juju. Tak ubahnya dengan suasana kamar Mba Meri, ketakutan mulai menghinggapi
satu per satu dari mereka. Al Quran di pegang, Ayat Kursi selalu di lafalkan.
Dan kamar masih dalam Gulita.
Tak
tahan dengan keadaan ini, Mba Dian berinisiatif untuk menelpon yayang.
Membangunkan kamar kami, yang sejak tadi tlah terlelap meski dalam gelap. Wah!
Kamar kamilah yang paling ayem tentrem karena sudah menjadi kebiasaan kami
tidur tak terlalu malam. Hehe… Yayang terbangun dengan HP yang kelap kelip, ‘ko
ga ada suaranya ya?biasanya bunyi, lah ini…nggak’ gumam yayang dalam hati.
“Halo…mba…mba…” ucap yayang setelah mengangkat teleponnya,
tapi tak ada suara terdengar sedikitpun.
Baru
yang kedua kalinya, Berhasil menghubungi Yayang dan meminta kami untuk bangun
dan keluar kamar. Aku dan Anggun yang pulas, dibangunkan Yayang dan dengan
kepanikannya kami pun menyimpan tanda tanya besar dalam kepala. ‘Sebenarnya ada
apa ini?’ aku masih tak mengerti, karena kusangka hanya masalah lampu mati
saja, sudah biasa, dulu juga pernah. Nah lo…pas kita keluar kamar, Mba Meri,
Mba Dian membawa Al Quran dan membaca Ayat Kursi berulang-ulang. Di tambah dengan Mba Meri yang berkata “Bulu
kudukku merinding nih! Hayu kita ke rumah engkong!”
Tanpa
tahu cerita, sebab musababnya, aku di tawari untuk ikut ke bawah memanggil
Engkong, Aku tak memakai baju panjang, dan hanya mengambil selendang. Aku
memilih untuk bergabung dengan Mba Cici dan Mba Ijjah yang sekarang tlah
berkumpul di kamar Mba Cici, pun demikian juga dengan Anggun, Yayang dan Teh
Juju. Sisanya semua ke bawah.
Dalam
kamar, Mba Ijjah terus berdzikir keras. Aku masih tak mengerti, tak ada yang
menjelaskan padaku saat itu. Baru ketika Engkong datang dan lampu telah
menyala, Mba Cici menceritakan kronologis kejadiannya.
Aku
baru ingat bahwa sehari yang lalu, tepatnya hari Minggu sore sepulang dari
Baksos di Citeureup Anggun menemukan hal yang ganjil.
“Teh,
teteh tadi sebelum berangkat pipis ga?” tanya Anggun setelah masuk ke kamar
mandi.
“Bukannya
kamu yang terakhir ke kamar mandi gun?” tanyaku balik pada Anggun.
Nah,
dalam kamar mandi itu, ada bekas pipis yang belum di siram. Lantai kamar mandi
pun masih kering. Lalu siapa yang pipis ya? Aku dan Anggun saling bertatapan
dengan penuh kebingungan. Kejadian itu bukan pertama kalinya. Dulu sewaktu Mba
Fenti, mantan tetangga kamar depan yang sekarang tak lagi ada penghuninya itu
pun pernah menanyakan hal yang serupa dengan nya. Di WC nya ada bekas orang
buang air besar. Dan Mba Fenti maupun suami tak merasa melakukannya. Kupikir
ini bukan kebetulan biasa. Ada keganjilan di sini. Tapi ku tak tahu apa itu.
Suasana
mulai mencair dengan kembali terangnya lampu kamar dan lampu ruang tengah yang
telah diganti oleh Engkong. Ternyata tak berhenti sampai di situ. Yayang yang sedari
tadi tengkurap dan berbaring di sebelah teh Juju ternyata bukan tertidur, tapi
pingsan!
Kembali
Engkong dan pasukannya dipanggil dan bertindak cepat. Yayang di bopong dan di
bawa ke bawah, ke rumah Engkong yang letaknya persis di depan kosan kita yang
terletak di lantai 2. Kita semua keluar kamar dengan pakaian yang tak karuan, Mba Cici yang
menarik sprei untuk menutup tubuhnya yang hanya memakai baju pendek saja, Mba
Dian yang memungut sarung di jemuran meski nggak tahu itu sarung siapa, emak
dengan kaos singletnya, aku yang memakai kerudung asal tutup saja, apalagi Mba
Meri ke bawah dengan pakaian seadanya dan akhirnya meminjam sarungnya Engkong!
pokoknya parah! Anggun dan teh Jujulah yang sempurna memakai baju. Tak diduga,
tiba-tiba ketika tepat di pintu Mba Cici berbalik badan dan langsung memeluk Teh
Juju. Suasana Panik. Mba Cici tetap di
bawa ke bawah masih dalam posisi memeluk teh Juju, tak sedikitpun ia mau
membuka matanya. Sampai tiba di ruang tengah rumah Engkong. Mba Cici berbaring
di tikar yang tak terlalu besar agaknya, badannya menggigil, matanya mulai tak
focus. Aku yang membawa AlQuran sejak tadi, sesaat sebelum tahu Yayang pingsan, membaca surat
Yasin di sebelah kanan Mba Cici. The Juju membacakan ayat kursi di telinga Mba
Cici yang mulai kehilangan Control. Jin mulai menguasai tubuhnya, ia tak bisa
bicara. Berdzikir apalagi! Aku terus dan terus membaca Yasin sampai selesai.
Aku teringat ketika di Kampus dulu seseorang yang kesurupan setelah mendengar
murotal, cukup mempan. Setelah tadi aku ngaji ko ga ada perubahan. Akhirnya aku
menyetel murotal di HPku. Memang berhasil, ia cukup berteriak. Sampai datang
Pak berjenggot, hm….aku tak tahu namanya, yang pasti beliau adalah salah satu
orang yang bisa mengusir jin mungkin. Meski memang benteng diri adalah paling
utama. Mba Cici terlihat sangat tersiksa. Antara dirinya dan bukan , ia terus
meronta, terkadang tertawa genit, yang aku tahu itu bukanlah mba Cici yang
asli. Dan ternyata bukan hanya lelaki tua yang mengikuti Mba Cici, tapi sosok perempuan
tua yang berdiam di bawah tangga. Masya Allah…
“Allahu
Akbar!!!”
Teriakan
Mba Cici keluar dengan sepenuh perjuangannya. Entah apa yang ia rasakan
sekarang. Aku hanya bisa menatap dan membaca ayat kursi berulang kali. Aku pun
mendekati Anggun yang mulai menangis karena takut dengan kejadian ini.
Kemungkinan besar bisa pindah ke tubuh Anggun jika Anggun kosong pikirannya.
Sedangkan
Yayang gimana kabarnya?
Yayang
ada dalam kamar dan di tangani oleh beberapa orang. Matanya masih menyelidik ke
semua sudut ruangan. Ada suara yang mengajaknya pulang ‘Ayo ikut Pulang….’
Seorang lelaki yang dilihat juga oleh Mba Cici.
Yayang mengaku ia tak masuk ke dalam tubuhnya. Yayang hanya merasakan
ketakutan luar biasa.
Semua
kembali normal. Mba Cici sudah sadar meski tak mau melihat Yayang. Pun demikian
dengan Yayang. Tak mau melihat Mba Cici. Entah kenapa. Kita pun tak tahu.
Mba
Cici baru ingat kalau sosok lelaki yang dilihatnya tadi adalah orang yang
sering membetulkan lampu dan sanyo kost-kostan kita. Dan kemarin, innalillahi
wainnailaihi roji’un , beliau sudah meninggal dunia. Kita belum sempat juga
melayatnya, karena pagi kita langsung berangkat ke kantor. Apalagi kita sama
sekali tak tahu berita yang kemarin pagi dikabarkan meninggal adalah orang yang
sering membantu membetulkan lampu tengah kosan kita, ditambah kita orang baru
dan tak tahu dimana letak rumahnya. Mungkin itulah salah satu penyebabnya. Faktor
lain menurutku karena daerah sekitar tangga dan rak sepatu jarang sekali di
bersihkan. Ada tempat sampah yang kotor. Jin suka dengan yang kotor-kotor katanya.
Ditambah tak ada lampu, Gelap! Sama sekali. Kenapa harus Mba Cici yang jadi
sasaran? Karena dia sedang haid, sedang kotor dan tidak sholat, sangat mudah
bagi jin untuk memasuki tubuhnya. Sedang Yayang, ini bukan pertama kali dia
melihat makhluk semacam itu. Hal lain mungkin karena kita yang terlalu banyak
tertawa dan bercanda berlebihan ketika di kosan, ditambah tak pernah sekalipun
di agendakan untuk mengaji bersama atau hanya sekedar Yasinan tiap malam Jumat saja. Terlalu dingin kosan kita
dengan semangat ibadah yang rendah para penghuninya. Dan sekarang ketika pintu
ramadhan hampir dibuka. Allah memberikan peringatan ini untuk kita. Bukan untuk
menakuti, bukan untuk mengusir kita dari kosan dan membiarkan jin itu menang,
tapi untuk menguji seberapa besar keimanan kita kepada Allah. Seberapa yakin
kita terhadap kehadiran Allah di hati kita, dan meningkatkan ibadah kita yang
mungkin selama ini tlah luntur dimakan perkembangan zaman. Seberapa siap kita
menyambut ramadhan? Apa yang telah kita lakukan untuk memasuki bulan yang penuh
berkah ini? Itulah sederet pertanyaan yang harus kita jawab. Wahai penghuni
Apartemen Saibi. Termasuk dirikuh …. :D
Eh
, lupa…malam aku pun di tegur oleh bapak-bapak yang berjenggot itu loh…dia
bilang, jangan pake murotal…..’Lha Wong kita juga masih bisa baca Quran ko’
ngandalin murotal!’ . Terus ada yang nyeletuk ‘Wah jangan-jangan nanti jinnya
request lagunya linkin park,….bhahahaha’…. aku jadi malu…:”>
By:
Fa_
0 komentar:
Posting Komentar